December 2024
M T W T F S S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
3031  

Pengunjung

  • Pengunjung Hari Ini37
  • Kunjungan Hari Ini69
  • Total Pengunjung17237
  • Total Kunjungan24816
  • Pengunjung Online6

Diduga  Adanya Manipulasi Dalam   Kasus Tanah Paroki Oeleta

Karolus Kamara Hajon (baju putih) dan Lurah Penkase Oeleta (jaket biru) sedang menyaksikan Toto menunjukkan sertiifikat tanah HGB 1366 ( Foto /philpus )

 

Kupang, Jipeknews

Penolakan umat Katolik Paroki St. Ggregorius   Agung Oeleta terhadap upaya    penetapan ulang batas tanah yang terletak di Kelurahan Penkase Oeleta   mendapat reaksi dari praktisi hukum dan ahli hukum.  Kuat dugaan  adanya manipulasi dalam penerbitan sertifikat oleh instansi yang berwenang.

Praktisi hukum Ali Antonius, SH, M.Hum, yang ditemui dikediamannya, Kamis, 13 Juni 2024 menjelaskan  untuk mengetahui asli atau tidaknya sertifikat maka  harus meminta warkah atau buku tanah di BPN. Warkah berisikan tentang surat alas hak, cara memperoleh hak, penguasaan fisik tanah. “Warkah itu dokumen asli dan dapat mengetahui status produk  hukum yang dikeluarkan BPN berupa sertifikat, apakah asli atau bodong,” tandas Ali.

Praktisi hukum/ advokat, Alo Antonius, SH, MH     – Ada dugaan manipulasi     – Perbaikan harus memenuhi unsur kewenangan, prosedural dan substansi                    – Harus dilakukan pemagaran keliling.

Advokat senior ini membandingkan sertifikat yang dimiliki Toto (HGB 1366) dan sertifikat milik Gereja Katolik (HGB nomor 239) . Dia menjelaskan bahwa ketika ada perbaikan dalam isi sertifikat harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Prosedur perbaikan harus melalui berita acara dengan alasan-alasan yang sah. Ada 3 aspek yang harus dipenuhi yakni soal kewenangan, prosedur dan substansi. “Saya menduga perbaikan yang  temui dalam sertfiikat milik Toto (HBG 1366) diduga tidak prosedural yang tampak   melalui coretan-coretan yang ditemukan,” tandas tokoh Katolik yang berdomisili di TDM ini.

Ketika ditanya soal surat keterangan dari Kelurahan Penkase Oeleta tentang perubahan letak tanah  karena pemekaran wilayah kelurahan dia mengatakan  tidak berpengaruh pada  perubahan yang lain-lainnya. Prosedur hukum yang harus dilakukan oleh kelurahan adalah melakukan pengecekan lokasi tanah yang diajukan oleh pemohon. “Harusnya pihak kelurahan mengecek sesuai dengan lokasi yang ada dalam sertifikat tersebut sehingga tidak dikibuli oleh pemohon,” imbuh Ali.

Ditempat terpisah ahli hukum, Dr. Saryono Yohanes, SH, MH mengatakan  yang menerbitkan sertifikat   kewenangan   pada  Badan Pertanahan Nasional (BPN) . Jika terjadi adanya sertifikat ganda di atas lahan yang sama dapat diduga bahwa terjadi manipulasi. Jika di atas lahan yang sama terdapat serttifikat HGB yang sama maka harus megajukan keberatan ke BPN agar   BPN dapat memediasi. Jika mediasinya pada tingkat BPN Kota Kupang tidak memasukan  bisa ajukan banding ke Kantor wilayah BPN. Upaya hukum lainnya jika tidak meneukan hasil yang memuaskan adalah mengajukan permasalahan tersebut ke  Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN ).

Lebih lanjut Wakil Dekan II Fakultas Hukum Undana ini menjelaskan langkah hukum dapat dilakukan secara perdata dan pidana. Secara pidana dapat melaporkan pihak yang melakukan atau menguasai   lahan milik orang lain.  “Jika hanya mengantongi sertifikat hak guna bangunan walaupun bodong dan menguasai fisik tanah maka dapat dilaporkan secara pidana sebagai tindakan pencaplokan lahan,” ujar Saryono.

Pakar Hukum          Dr. Saryono Yohanes , SH, MH -“                  1. Hanya orang gila yang menjual tanah bertatus sertifikat HGB “                       2. Adanya manipulasi yang diduga dilakukan oleh pihak yang berwenang menerbitkan sertifikat.

 

Dijelaskannya pula bahwa tanah yang bsertatus Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) tidak bisa dijual atau diberikan sebagai warisan kepada orang lain .   Orang yang menjual   tanah dengan status sertifkat HGB  kepada orang lain adalah tindakan yang tidak waras. “Orang gila yang menjual tanah berstatus sertfikat HGB adalah perbuatan orang gila,” ujar Saryono  sambil menambahkan    Undang-undang pokok Agraria (UUPA ) Nomor 5 tahun 1960 mengisyaratkan HGB hanya berlaku selama 30 tahun dan setelah dilakukan perpanjangan dapat mengurus mengalihkan status menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM)

Senada dengan Ali Antonius, Saryono  menyarankan agar kepemilikan lahan paroki Oeleta tidak diganggu gugat oleh pihak lain maka harus dilakukan pemagaran keliling. Pemagaran keliling yang sering disebut besiter dapat juga menggugah pihak lain yang merasa memiliki sertifikat di atas lahan yang sama untuk melakukan upaya hukum.   “harus dipagar keliliing supaya tidak diganggu oleh orang lain,”ujar Saryono.

Sebagaimana diberitakan Umat Paroki Santu Gregorius Agung Oeleta menolak upaya Badan Pertanahan Kota Kupang untuk melakukan penetapan ulang batas   tanah     yang terletak di Kelurahan Penkase Oeleta . Penolakan itu disinyalir karena adanya dugaan pencaplokan tanah milik Paroki Santu  Gregorius Agung  Oeleta  oleh Toto  yang mengantongi sertifikat  bernomor HGB 1366. *Jipeknews/ philipus

          Undang-undang Pokok Agraria           

             Pasal 35

  • Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
  • Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat(1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.
  • Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses